Desa Sawarna: Dari Ciparahu ke Tanjung Layar


Di tahun yang baru ini, saya berkesempatan untuk melakukan perjalanan ke Barat. Bukan untuk mencari kitab suci ya, melainkan mencari kepastian. Eh. Layaknya sebuah hubungan, akses jalan pun selalu perlu perbaikan. Di beberapa titik sedang dalam proses beton, sementara sisanya cukup mengguncang isi perut dan iman kami. Setelah menempuh perjalanan dari Lembang selama 8 jam, akhirnya kami tiba juga di kediaman rumah Willy, desa Bayah - provinsi Banten. Hamparan sawah, laut, gemericik sungai, dan burung-burung yang hilir-mudik, menyapa setiba di beranda saat hendak menuju kamar. Syahdu sekali!




Pantai Ciparahu
Setelah beristirahat, ayah Ule mengajak berburu jodoh sunset. Di pantai ini terdapat banyak perahu warga. Katanya, di sini sering diadakan obral hasil tangkapan ikan tepat setelah para nelayan menyandarkan perahunya. Saat itu mendung, sayapun tak punya ekspektasi apa-apa. Eh tak disangka tak dinyana rupanya aduhai menawaaaan!! Sunset ray! Jujur, saya tidak pernah menyangka kalau sunset di sini akan seindah ini.




Pantai Bagedur dan Pantai Binuangen
Keesokan harinya, ayah Ule membawa kami berkeliling ke arah Malimping. Sepanjang perjalanan menuju Binuangen, ada beberapa titik yang warna lautnya biru. Mungkin karena jauh dari muara, dan nampaknya ini tempat konservasi. Sepanjang jalan banyak sapi dan kambing berkeliaran, mengingatkan saya pada tanah Sumbawa. Setelah berkeliling, kami memutuskan untuk pulang karena kondisi saya yang saat itu sedang jatuh cinta sakit. Debu di kamar membuat penghuni hidung saya memberontak.



Desa Sawarna
Dan, tibalah kami di hari dimana kami harus pulang. Setelah sarapan, dan berpamitan, kami bergegas beranjak dari rumah. Saya dan Willy berencana quickie trip di desa Sawarna. Setelah parkir di lokasi, kami langsung didatangi beberapa mamang yang menawarkan jasa. Meski tak berakhir di pelaminan, tapi saya merasa amat berjodoh dengan kang Diding, seorang mamang ojek yang mengenalkan kami dengan lokasi wisata desa Sawarna. Rencana sekadar berkunjung ke Tanjung Layar pupus begitu saja setelah kami disuguhkan dengan peta wisata desa ini. Setelah melewati perbincangan yang cukup sengit damai, kami diberi tarif IDR100.000/ ojek. Dengan tarif tersebut, kamu sudah mendapatkan (waktu) sang mamang seutuhnya, tanpa batas waktu :') Untuk mencapai lokasi wisata di sini harus ditempuh dengan motor ya, gaes. Perlu diketahui, bahwa akses menuju masing-masing lokasi cukup unik. Dari menyeberangi jembatan gantung yang terlihat rapuh, melewati sawah, hingga blusukan di pemukiman warga. Ini adalah trip religi buat saya, terutama saat melewati jalan curam berbatu nan becek yang memungkinkan ban selip dan tergelincir. Entah berapa banyak namamu doa yang saya rapal dalam hati saat itu.

1) Goa Lalay
Rute penjelajahan goa di desa Sawarna ini memiliki total 4 kilometer, kira-kira seluas lapangan bola. Dari mulut goa Lalay, kita bisa mencapai tempat lain seperti goa Abah Salim, goa Kadir, dan goa Rawis. Namun, untuk berkunjung ketiganya harus diakomodir dengan peralatan yang menunjang. seperti pelindung kepala, tali, sepatu bot, dan tentunya powerbank supaya eksistensi di media sosial tetap berjalan. Berhubung dikejar waktu untuk kembali ke Lembang, akhirnya saya dan Willy mencukupkan diri dengan mengelilingi goa yang dihuni oleh banyak kelelawar ini. Tinggi genangan air maksimal di goa ini kira-kira di atas selutut. Jadi, untuk kamu yang ingin berkunjung jangan sesekali menggunakan jins panjang, apalagi berbusana kebaya lengkap. Kawasan ini dibuka sebagai destinasi pariwisata sejak tahun 2004. Untuk mengitari goa ini diwajibkan menyewa senter, dan membayar tiket totalnya IDR10.000/ orang.


2) Legon Pari
Setelah puas merendam celana jins di goa Lalay, kami bertolak menuju pantai bernama Legon Pari. Keindahan pantai ini seperti berlama-lama menatap matamu; betah!! :)) Kerinduan pada tanah kelahiran yang baru saya tinggal sepekan mendadak sirna. Oh ya, di sepanjang lokasi ini banyak ayunan! Whoaaa berlipat bahagianya :")



3) Karang Taraje
Setelah berfoto, saya menuju sebuah area berkarang yang masih satu kawasan dengan Legon Pari. Dalam bahasa Sunda, Taraje artinya tangga. Percikan air yang menghantam karang berlomba-lomba terbang ke angkasa, semacam Devil's Tear Lembongan, dan Water Blow di Nusa Dua. Konon, hamparan karang bertingkat ini membentang hingga pantai Sepang. Oh ya, untuk masuk ke kawasan Legon Pari dan Karang Taraje diwajibkan membayar tiket masuk IDR5.000/ orang.


4) Pantai Tanjung Layar
Setelah (lagi-lagi) menyeberangi jembatan, kami menuju arah pantai. Akses jalan kali ini melewati banyak homestay. Nampaknya di sini memang pusatnya akomodasi untuk pejalan yang ingin menyusuri tempat ini. Tarif penginapan di sini berkisar 250-500ribu, tergantung fasilitas dan kuota. Tanjung Layar dikenal sebagai Phuket-nya Indonesia karena memiliki 2 batu raksasa yang letaknya tak jauh dari tepian. Warna pantainya tak se-biru Legon Pari, pun di sini berkarang. Setelah berfoto, saya dan Willy menunggu mamang ojek (yang waktu itu entah ke mana) dengan duduk di sebuah warung sambil menikmati kelapa muda.

Tipikal warga di sini menurut saya sudah sangat sadar bahwa daerahnya punya potensi wisata yang baik. Terbukti dari obrolan saya bersama kang Diding, sepanjang perjalanan beliau mencoba "menjual" kawasan lainnya. Saya bahkan ditawari untuk singgah melihat kondisi homestay,  dan survey harga, "barangkali neng ke sini lagi kan udah tau mau tinggal di mana.", katanya. Pejalan yang datang ke desa ini rata-rata wisatawan asing. Mamang ojek di sini juga sangat informatif, apapun dijawab, selama pertanyaannya bukan soal restu :')

Berhubung harus segera kembali melanjutkan perjalanan, akhirnya keliling selama 2 jam mengitari desa Sawarna harus diakhiri juga. Selain 4 tempat yang saya kunjungi, masih ada beberapa nama seperti Pulo Manuk, Karang Bokor, Goa Langir, dan Karang Beureum, yang tak sempat kami singgahi. Namun saya tidak bersedih, justru senang karena mungkin ini pertanda suatu saat saya harus kembali dan menuntaskan rute wisata di desa ini. Sama kamu. #bebaskeun

Terima kasih banyak, Willy, #BuDita dibikin seneng, disetirin pulang-pergi :') ayah Ule, tak lupa kang Ogin yang nyuguhin masakan rumahan yang enak banget selama di Bayah. Sampai jumpa!


Comments

Popular Posts