Yang (sementara) terabaikan.


Separuh Seninku habis diserap cemas di ruang tunggu stasiun. Melakukan kebiasaan yang sama, menanti hal yang sama, di waktu yang sama. Tak ada yang berubah dariku meski banyak kenangan yang dengan mudah kau kemas. Aku termangu di depan cermin pupur dengan nostalgia yang tak pernah lelah mengulang dirinya. Ya, memang sulit diterima. Selain waktu, rupanya kau membawa serta seseorang untuk menggulung kenangan kita.

Tujuh ratus tiga puluh hari kebersamaan tak juga membuat kita hapal bagaimana cara bertahan. Pada seutuhnya dirimu, masih kulihat separuh diriku bernaung di sana. Hanya saja nalurimu tersesat di belantara keduniawian yang kau temukan di tiap lekuk perempuan itu. Di dadaku, yang tersisa hanya kisahmu, dan tak pernah ingin kuselesaikan. Ah, keloneng memori berderu. Rindu yang ku eram menetas pilu. Ada harap yang diam-diam kupelihara, mengembalikanmu seperti sediakala bagaimana pun caranya.


Sayang, lekaslah kembali. Ayah dan ibu mulai curiga soal keabsenanmu di tiap akhir pekan. Desember juga sudah dekat, altar serta segala indah yang kita pilih memanggil lirih.


Tertanda,
Risa. Calon pendamping hidup yang beberapa pekan ini kau lupakan.



Persembahan untuk temanku, Sasa. Yang kuat ya :')

Comments

Post a Comment

Popular Posts